TIMES KOTABARU, JAKARTA – Kelaparan di Gaza dinyatakan oleh Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu (IPC) telah mencapai fase 5, sebuah tingkatkan terburuk dalam skala kerawanan pangan.

Sementara Arab Saudi pada hari Jumat (22/8/2025) mengutuk apa yang digambarkannya sebagai kejahatan genosida yang dilakukan pasukan Israel terhadap warga sipil.

Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Arab Saudi menegaskan, bencana kemanusiaan di Gaza itu adalah akibat langsung dari kurangnya akuntabilitas atas pelanggaran berulang kali yang dilakukan Israel.

Otoritas terkemuka dunia soal krisis pangan mengatakan, bahwa kota terbesar di Jalur Gaza dilanda kelaparan dan kemungkinan akan menyebar ke seluruh wilayah tersebut jika tidak ada gencatan senjata dan diakhirinya pembatasan bantuan kemanusiaan.

Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu (IPC) mengatakan, kelaparan yang terjadi di Kota Gaza, rumah bagi ratusan ribu warga Palestina itu bisa menyebar ke selatan ke Deir al-Balah dan Khan Younis pada akhir bulan depan.

Penetapan IPC ini muncul setelah berbulan-bulan peringatan oleh kelompok-kelompok bantuan bahwa pembatasan makanan dan bantuan lain oleh Israel ke Gaza, serta serangan militernya, telah menyebabkan tingkat kelaparan yang tinggi di kalangan warga sipil Palestina, khususnya anak-anak.

Untuk kali pertama IPC mengonfirmasi terjadinya kelaparan di Timur Tengah ini dalam tonggak sejarah yang suram.

Ini juga pasti akan meningkatkan tekanan internasional terhadap Israel, yang telah terlibat dalam perang brutal dengan Hamas sejak kelompok militan itu memimpin serangan ke Israel pada tahun 2023.

Tetap Gempur Gaza

Meski demikian Israel seperti sudah kehilangan hati nurani, pendengaran dan penglihatannya, karena rencana menggempur kota Gaza tetap akan dilakukan.

Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, dalam sebuah postingan di X pada hari Jumat telah memperingatkan kota Gaza bisa hancur jika Hamas tidak menerima persyaratan gencatan senjata.

Awal pekan ini, Hamas telah menerima proposal gencatan senjata dari mediator Arab, hampir sama dengan yang diterima Israel sebelum perundingan terhenti bulan lalu.

Usulan tersebut akan mencakup pembebasan sejumlah sandera dengan imbalan warga Palestina yang dipenjara oleh Israel, penarikan pasukan Israel, dan negosiasi mengenai gencatan senjata yang lebih permanen.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, Kamis lalu mengatakan, akan memberikan persetujuan akhir untuk pendudukan kota Gaza sekaligus memulai negosiasi dengan Hamas, yang bertujuan untuk memulangkan para sandera dan mengakhiri perang yang telah berlangsung hampir dua tahun, tetapi hanya dengan persyaratannya sendiri.

Sementara itu militer Israel mulai menghubungi petugas medis dan organisasi internasional di utara Jalur Gaza, memerintahkan mereka untuk mengungsi ke selatan.

Militer juga memobilisasi 60.000 prajurit cadangan tambahan dan memperluas layanan 20.000 prajurit yang saat ini bertugas.

Pasukan Israel sudah beroperasi di wilayah Zeitoun dan Jabaliya di Kota Gaza untuk mempersiapkan dasar bagi operasi yang diperluas.

Militer sebelumnya mengatakan mereka akan ditempatkan di tempat yang belum pernah dimasuki IDF dan di tempat yang mereka yakini Hamas masih aktif.

Pada hari ke-687 perang pemusnahan di Gaza, rumah sakit di Jalur Gaza mencatat kedatangan 71 martir dalam 24 jam terakhir, sementara jumlah total korban kelaparan dan kekurangan gizi meningkat menjadi 273, termasuk 112 anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan di Jalur Gaza. (*)